Kisah Nabi
Dari Darul Arqam, Hijrah Ke Habsyah
Hingga masuk Islamnya Hamzah Dan Umar Bin Khatab
Darul Arqam
Di antara kebijakan yang Rasulullah Saw ambil untuk
menghadapi berbagai penindasan tersebut, adalah mencegah para sahabat untuk
mengumumkan ke-Islamannya baik dalam bentuk ucapan maupun perbatan. Merekapun
diperintahkan untuk tidak berkumpul kecuali secara rahasia. Karena jika hal
tersebut diketahui orang-orang musyrik, maka upaya beliau dalam membina dan
mengajarkan al-Quran dan as-Sunnah kepada para sahabat akan terhalangi, bahkan
dapat mengakibatkan benturan fisik antara kedua belah pihak. Hal ini sangat
membahayakan, karena kekuatan kaum muslimin saat itu masih lemah.
Adapun Rasulullah Saw sendiri, terus melakukan dakwah dan ibadah secara
terang-terangan di tengah orang-orang musyrik. Akan tetapi dengan para
sahabatnya, beliau berkumpul secara rahasia di rumah Arqam bin Abi Arqam
al-Makhzumi di bukit shafa yang selama ini tidak diperhatikan orang-orang
musyrik.
alasan Nabi Muhammad memilih rumah abi arqam sebagai tempat persembunyian
1. Karena Arqam bin Arqam seorang shahabat yang keislamannya tidak diketahaui
oleh orang-orang Quraisy, bahkan tidak terbetik sedikitpun di pikiran mereka
bahwasanya Muhammad dan para shahabatnya akan berkumpul di rumahnya.
2. Dikarenakan Arqam bin Arqam dari bani (suku) Makhzum, yang mana bani Makhzum
ini adalah suku yang paling memusuhi dan menyaingi bani Hasyim. Jikalaupun
keislamannya diketahui maka tidak terbetik di benak orang-orang Quraisy bahwa
rumahnya akan di jadikan sebagai markas dakwah Nabi, karena jika rumahnya di
jadikan sebagai markas, maka berarti dia benar-benar berada di barisan musuh
dari kaumnya.
3. Bahwasanya Arqam bin Arqam memeluk Islam dalam usia masih remaja, yaitu
berumur enam belas tahun, yang mana ketika orang-orang Quraisy mencari markas
dakwah Nabi, tidak terbesit sedikitpun di benak mereka bahwa tempat anak-anak
remaja akan di jadikan sebagai markas pertemuan, yang ada di benak mereka
adalah markas tersebut berada di tempat shahabat-shahabat besar. Dari sini kita
mengetahui akan hikmah yang begitu sempurna dari pemilihan tempat tersebut
sebagai markas dakwah.
Hijrah ke Habasyah (Ethiopia)
Tekanan yang dilakukan orang-orang kafir terhadap kaum
muslimin pada pertengahan dan akhir tahun keempat kenabian masih bersifat
ringan. Namun memasuki pertengahan tahun kelima, perlakuan mereka semakin
keras. Hal ini mendorong kaum muslimin untuk mencari tempat lain yang aman untuk
menjaga agama mereka.
Maka pada bulan Rajab tahun ke-5 kenabian, hijrahlah
rombongan pertama dari kalangan para sahabat ke negeri Habasyah (Ethiopia).
Meraka berjumlah 12 orang laki-laki dan 4 orang wanita, dipimpin oleh Utsman
bin Affan yang didampingi isterinya; Ruqayyah binti Rasulullah Saw.
Hijrah yang mereka lakukan berlangsung dengan selamat,
meskipun, orang-orang kafir sempat mengejar mereka hingga ke tepi pantai, namun
mereka sudah lebih dahulu berlayar ke negeri Habasyah. Di negeri tersebut mereka
hidup dengan aman dan mendapat perlindungan dari penguasa Habasyah.
Pada bulan Syawal di tahun yang sama, mereka mendapat berita
bahwa kaum Quraisy telah masuk Islam. Akhirnya mereka segera pulang ke kampung
halamannya. Namun ketika beberapa saat menjelang tiba di Mekkah, mereka baru
tahu bahwa berita tersebut keliru. Akhirnya sebagian mereka kembali ke Habasyah
dan sebagian lagi mencari perlindungan dari penduduk Mekkah.
Setelah itu, kekejaman kafir Quraisy terhadap kaum muslimin
semakin menjadi-jadi. Rasulullah Saw kembali mengizinkan para shahabat hijrah
ke Habsyah untuk kedua kalinya. Maka berangkatlah rombongan kedua yang
berjumlah 83 orang laki-laki dan 19 orang perempuan menuju Habasyah.
Tipu Daya Quraisy Terhadap Muhajirin Habasyah
Orang-orang kafir Quraisy sangat gusar ketika mengetahui
bahwa kaum muslimin mendapatkan perlindungan yang aman di negeri Habasyah. Maka
mereka mengutus dua orang yang cerdas dan gigih; ‘Amr bin Ash dan Abdullah bin
Rabi’ah (sebelum mereka masuk Islam). Dengan membawa aneka hadiah berharga.
Mereka berupaya membujuk raja Najasyi untuk memulangkan kaum
muslimin ke suku Quraisy. Namun berkat kebijakan raja Najasyi dan kepiawaian
para sahabat yang diwakili oleh Ja’far bin Abu Thalib sebagai juru bicara
mereka dalam menerangkan hakikat Islam, akhirnya upaya orang-orang musyrik
tersebut gagal total.
Upaya Quraisy Menghentikan Dakwah
Rasulullah Saw Lewat Pamannya; Abu Thalib
Berbagai cara telah diupayakan oleh Kafir Quraisy untuk
menghentikan dakwah Raslulullah Saw, namun tidak ada yang berhasil. Berikutnya
mereka menggunakan cara lewat pamannya lagi; Abu Thalib berupa ancaman untuk
memerangi Rasulullah Saw. Karena ancaman tersebut dianggap serius, Abu Thalib
segera mengutarakannya kepada Rasulullah Saw. Melihat gejala pamannya mulai
lemah dan tak kuat menanggung beban, maka dengan tegas Rasulullah Saw
mengatakan:
يَاعَمٌ
! وَاللَّهِ، لَوْ وَضَعُواالشَّمْسَ فِي
يَمِيْنِيْ وَالقَمَرَ فِي يَسَارِي عَلَى
أَنْ أَتْرُكَ هَذَا لأَمْررَ-حَتَّى
يُظْهِرَهُ اللَّهُ أَوْ أَهْلَكُ
فِيْهِ-مَاتَرَكْتُهُ
“Wahai pamanku,
demi Allah, seandainya mereka letakkan matahari di tangan kananku,
dan bulan di tangan kiriku untuk aku meninggalkan perkara (dakwah)
ini -sampai Allah memenangkannya atauaku hancur bersamanya- niscaya aku
tidak akan meninggalkannya.”
Mendengar jawaban tegas seperti itu, Abu Thalib kembali
bersemangat melindungi keponakannya, diapun berkata:
“Pergilah
wahai keponakanku, dan sampaikanlah apa yang kamu sukai, demi Allah aku
tidak akan menyerahkanmu kepada siapapun selama-lamanya.”
Di lain waktu mereka kembali mendatangi Abu Thalib untuk
menawarkan cara lain. Mereka datang dengan membawa seorang pemuda yang gagah
dan tampan untuk diserahkan kepada Abu Thalib, dan sebagai gantinya dia harus
menyerahkan Rasulullah Saw kepada mereka untuk mereka bunuh. Tentu saja tawaran
yang aneh tersebut ditolak mentah-mentah oleh Abu Thalib.
Ide Membunuh Rasulullah Saw
Setelah berbagai kegagalan dialami oleh kaum kafir Quraisy.
Akhirnya sampailah mereka pada keputusan untuk membunuh Rasulullah Saw. Disebutkan
dalam beberapa riwayat beberapa upaya dari tokoh-tokoh kafir Quraisy untuk
membunuh Rasulutlah Saw. Namun upaya-upaya merekapun menemukan kegagalan pula
karena Allah Ta’ala selalu melindungi hamba yang paling dikasihi-Nya tersebut.
Di antara riwayat yang terkenal dalam hal ini adalah upaya
Abu Jahal yang hendak melemparkan batu jika Rasulullah Saw sedang sujud dalam
shalatnya. Pada hari yang telah ditentukan, sebagaimana biasa Rasulullah Saw
datang ke Ka’bah untuk shalat. Kemudian sebagaimana rencana semula, Abu Jahal
mengambil sebongkah batu lalu menghampiri Rasulullah Saw untuk menimpakan batu
tersebut ke atas kepalanya. Namun tak beberapa lama kemudian dia sudah kembali
menemui kawan-kawan-nya dalam keadaan pucat pasi.
“Ada apa wahai
Abulhakam (Abu Jahal)?”, tanya teman-temannya keheranan. “Ketika
aku akanmelakukan rencanaku dan hampir mendekatinya, ternyata ada
seekor onta yang sangat besar menghalangiku. Onta tersebut sangat besar. Belum
pernah aku melihat onta sebesar dan seganas itu, hampir-hampir dia menerkamku”. Jawab
Abu Jahal.
Hamzah Masuk Islam
Di tengah suasana yang masih penuh intimidasi dan tekanan
dari orang kafir Quraisy terhadap kaum muslimin, muncullah secercah harapan,
yaitu masuk Islamnya Hamzah bin Abdul Muththallib r.a; paman Rasulullah Saw,
pada akhir tahun ke-6 kenabian. Hamzah masuk Islam setelah mendengar berita
perlakuan Abu Jahal yang telah menganiaya Rasulullah Saw dengan memukulkan
sebuah batu ke kepala beliau hingga mengucurkan darah.
Segera saja Hamzah -lelaki gagah dan terpandang di suku
Quraisy- yang saat itu baru saja pulang berburu, menemui Abu Jahal untuk
menuntut balas atas perlakuan kasar tersebut. Setelah berhasil menernui Abu
Jahal, Hamzah segera menghardiknya:
“Wahai Abu
Jahal, kamukah yang telah menghina keponakanku padahal
aku sudah masuk agamanya?”
Kemudian Abu Jahal dipukulnya dengan busur hingga terluka.
Hampir saja terjadi perkelahian massal, karena keluarga kedua belah pihak ingin
ikut campur. Namun Abu Jahal segera menghentikan hal tersebut seraya mengakui
bahwa dia telah bersikap buruk terhadap Rasulullah Saw.
Umar bin Khattab Masuk Islam
Secercah cahaya yang lainnya muncul dengan masuk Islamnya
Umar bin Khattab juga pada tahun ke-6 kenabian, tiga hari setelah masuk
Islamnya Hamzah bin Abdul Muththalib. Sebelumnya, Rasulullah Saw memang pernah
memohon kepada Atlah Ta’ala agar dia masuk Islam, dengan doanya:
اللَّهُمَّ
أَعِزِّ الأِسْلاَمَ بِأَحَبِّ الرَّجُلَيْنِ إِلَيْكَ ، بِعُمَرَبْنِ الْخَطَّابِ
أَوْبِأَبِي جَهْلٍ بْنِ هِشَام
“Ya Allah,
muliakanlah Islam dengan salah seorang dari dua orang yang lebih Engkau
cintai; Umar bin Khattab atau Abu Jahal bin Hisyam”.
Ternyata yang lebih Allah cintai dari keduanya adalah Umar
bin Khattab r.a.
Kisah Masuk Islam-nya Umar bin Khattab r.a
Umar bin Khattab r.a terkenal sebagai orang yang berwatak
keras dan bertubuh tegap. Sering kali pada awalnya (sebelum masuk Islam) kaum
muslimin mendapatkan perlakukan kasar darinya. Sebenarnya di dalam hati Umar
sering berkecamuk perasaan-perasaan yang berlawanan, antara pengagungannya
terhadap ajaran nenek moyang, kesenangan terhadap hiburan dan mabuk-mabukan
dengan kekagumannya terhadap ketabahan kaum muslimin serta bisikan hatinya
bahwa boleh jadi apa yang dibawa oleh Islam itu lebih mulia dan lebih baik.
Sampailah kemudian suatu hari, beliau berjalan dengan pedang
terhunus untuk segera menghabisi Rasulullah Saw. Namun di tengah jalan, beliau
dihadang oleh Abdullah an-Nahham al-‘Adawi seraya bertanya:
“Hendak kemana
engkau ya Umar?”
“Aku hendak
membunuh Muhammad”, jawabnya.
“Apakah engkau
akan aman dari Bani Hasyim dan Bani Zuhroh jika engkau membunuh
Muhammad?”
“Jangan-jangan
engkau sudah murtad dan meninggalkan agama asalmu?” Tanya Umar.
“Maukah engkau
kutunjukkan yang lebih mengagetkan dari itu wahai Umar, sesungguhnya
saudara perempuanmu dan iparmu telah murtad dan telah meninggalkan
agamamu”, kata Abdullah.
Setelah mendengar hal tersebut, Umar langsung rnenuju ke
rumah adiknya. Saat itu di dalam rumah tersebut terdapat Khabbab bin Art yang
sedang mengajarkan al-Quran kepada keduanya (Fatimah, saudara perempuan Umar
dan suaminya). Namun ketika Khabbab merasakan kedatangan Umar, dia segera
bersembunyi di balik rumah. Sementara Fatimah, segera menutupi lembaran
al-Quran.
Sebelum masuk rumah, rupanya Umar telah mendengar bacaan Khabbab,
lalu dia bertanya:
“Suara apakah yang
tadi saya dengar dari kalian?
“Tidak ada
suara apa-apa kecuali obrolan kami berdua saja”, jawab
mereka.
“Pasti kalian
telah murtad”, kata Umar dengan geram.
“Wahai Umar,
bagaimana pendapatmu jika kebenaran
bukan berada pada agamamu?” jawab ipar Umar.
Mendengar jawaban tersebut, Umar langsung menendangnya
dengan keras hingga jatuh dan berdarah. Fatimah segera membangunkan suaminya
yang berlumuran darah, namun Fatimah pun ditampar dengan keras hingga wajahnya
berdarah, maka berkatalah Fatimah kepada Umar dengan penuh amarah:
“Wahai Umar, jika
kebenaran terdapat pada agamamu, maka aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan yang
disembah (ilah) selain Allah, dan aku bersaksi bahwa Nabi Muhammaad adalah
Rasulullah.”
Melihat keadaan saudara perempuannya dalam keadaan berdarah,
timbul penyesalan dan rasa malu di hati Umar. Lalu dia meminta lembaran
al-Quran tersebut. Namun Fatimah menolaknya seraya mengatakan bahwa Umar najis,
dan al-Quran tidak boleh disentuh kecuali oleh orang-orang yang telah bersuci.
Fatimah memerintahkan Umar untuk mandi jika ingin menyentuh mushaf tersebut dan
Umar pun menurutinya.
Setelah mandi, Umar membaca lembaran tersebut, lalu
membaca: Bismillahirrahmanirrahim.Kemudian
dia berkomentar: “Ini adalah nama-nama
yang indah dan suci.” Kemudian beliau terus membaca: طه
Hingga ayat:
إِنَّنِي
أَنَا اللَّهُ لا إِلَهَ
إِلا أَنَا فَاعْبُدْنِي وَأَقِمِ
الصَّلاةَ لِذِكْرِي
Sesungguhnya aku
ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang hak) selain Aku, maka sembahlah aku dan
dirikanlah shalat untuk mengingat aku. (QS. Thaha:14)
Beliau berkata:
“Betapa indah dan mulianya ucapan
ini. Tunjukkan padaku di mana Muhammad.”
Mendengar ucapan tersebut, Khabab bin Art keluar dari balik
rumah, seraya berkata: “Bergembiralah wahai Umar, saya berharap bahwa doa
Rasulullah Saw pada malam Kamis lalu adalah untukmu, beliau Saw berdoa:
“Ya Allah,
muliakanlah Islam dengan salah seorang dari dua orang yang lebih Engkau cintai;
Umar bin Khattab atau Abu Jahal bin Hisyam.” Rasulullah Saw sekarang berada di sebuah
rumah di kaki bukit Shafa.”
Umar bergegas menuju rumah tersebut seraya membawa
pedangnya. Tiba di sana dia mengetuk pintu. Seseorang yang berada di dalamnya,
berupaya mengintipnya lewat celah pintu, dilihatnya Umar bin Khattab datang
dengan garang bersama pedangnya. Segera dia beritahu Rasulullah Saw, dan
merekapun berkumpul. Hamzah bertanya:
“Ada apa?
“Umar” Jawab
mereka.
“Umar?! Bukakan pintu
untuknya, jika dia datang membawa kebaikan, kita
sambut. Tapi jika dia datang membawa keburukan, kita bunuh dia dengan
pedangnya sendiri.”
Rasulullah Saw memberi isyarat agar Hamzah menemui Umar.
Lalu Hamzah segera menemui Umar, dan membawanya menemui Rasulullah Saw.
Kemudian Rasulullah Saw memegang baju dan gagang pedangnya, lalu ditariknya
dengan keras, seraya berkata:
“Engkau wahai
Umar, akankah engkau terus begini hingga kehinaan dan adzab Allah
diturunkankepadamu sebagaimana yang dialami oleh Walid bin Mughirah?
Ya Allah inilah Umar bin Khattab, Ya Allah, kokohkanlah Islam dengan Umar bin
Khattab.”
Maka berkatalah Umar:
“Aku bersaksi
bahwa tidak ada Tuhan yang disembah selain Allah, dan Engkau adalah
Rasulullah.”
Kesaksian Umar tersebut disambut gema takbir oleh
orang-orang yang berada di dalam rumah saat itu, hingga suaranya terdengar ke
Masjidil-Haram.
Masuk Islamnya Umar menimbulkan kegemparan di kalangan
orang-orang musyrik, sebaliknya disambut suka cita oleh kaum muslimin. Ibnu
Mas’ud berkata:
“Kami dahulu tidak
ada yang berani shalat di depan Ka’bah hingga Umar masuk Islam.”
Hamzah lahir diperkirakan hampir bersamaan dengan
Muhammad. Ia
merupakan anak dari
Abdul-Muththalib dan
Haulah binti Wuhaib dari
Bani Zuhrah.
Menurut riwayat, pernikahan
Abdul-Muththalib dan
Abdullah bin Abdul-Muththalib terjadi
bersamaan waktunya, dan ibu dari Nabi,
Aminah binti Wahab, adalah saudara sepupu
dari
Haulah binti Wuhaib.
Hamzah Bin Abdul Mutholib adalah seorang yang mempunyai otak yang cerdas dan
pendirian yang kuat dia termasuk tokoh Quraish yang di segani. Nama sebenarnya
Hamzah bin Abdul Muthalib bin Hasyim, seorang paman Nabi dan saudara
sepersusuannya. Dia memeluk Islam pada tahun keenam kenabian, Ia Ikut Hijrah
bersama Rasulullah dan
ikut dalam perang Badar, dan meninggal pada saat perang Uhud, Rasulullah menjulukinya
dengan “Asadullah” (Singa Allah) dan menamainya sebagai “Sayidus Syuhada”.
Ibnu Atsir berkata dalam kitab ‘Usud al Ghabah”, Dalam
perang Uhud, Hamzah berhasil membunuh 31 orang kafir Quraisy, sampai pada suatu
saat beliau tergelincir sehingga ia terjatuh kebelakang dan tersingkaplah baju
besinya, dan pada saat itu ia langsung ditombak dan dirobek perutnya . lalu
hatinya dikeluarkan oleh Hindun kemudian dikunyahnya hati Hamzah tetapi tidak
tertelan dan segera dimuntahkannya.
Ketika Rasulullah melihat keadaan tubuh pamannya Hamzah bin
Abdul Muthalib, Beliau sangat marah dan Allah menurunkan firmannya ,” Dan jika
kamu memberikan balasan, maka balaslah dengan balasan yang sama dengan siksaan
yang ditimpakan kepadamu. Akan tetapi jika kamu bersabar, sesungguhnya itulah
yang lebih baik bagi orang-orang yang sabar. (Qs; an Nahl 126) Diriwayatkan
oleh Ibnu Ishaq di dalam kitab,” Sirah Ibnu Ishaq” dari Abdurahman bin Auf
bahwa Ummayyah bin Khalaf berkata kepadanya, "Siapakah salah seorang
pasukan kalian yang dadanya dihias dengan bulu bulu itu?", aku menjawab
“Dia adalah Hamzah bin Abdul Muthalib”. Lalu Umayyah dberkata Dialah yang
membuat kekalahan kepada kami”.
Sementara itu Abu jahal yang telah mengetahui bahwa Hamzah
telah berdiri dalam barisan kaum muslimin berpendapat perang antara kaum kafir
Quraisy dengan kaum muslimin sudah tidak dapat dielakkan lagi. Oleh karena itu
ia mulai menghasut dan memprovokasi orang-orang Quraisy untuk melakukan tindak
kekerasan terhadap Rosulullah dan pengikutnya. Bagai manapun Hamzah tidak dapat
membendung kekerasan yang dilakukan kaum Quraisy terhadap para sahabat yang
lemah. Akan tetapi harus diakui, bahwa keislamannya telah menjadi perisai dan
benteng pelindung bagi kaum muslimin lainnya. Lebih dari itu menjadi daya tarik
tersendiri bagi kabilah-kabilah Arab yang ada di sekitar jazirah Arab untuk
lebih mengetahui agama islam lebih mendalam.
Sejak memeluk islam, Hamzah telah berniat untuk membaktikan
segala keperwiraan, keperkasaan, dan juga jiwa raganya untuk kepentingan da'wah
islam. Karena itu tidaklah mengherankan jika Rasulullah menjulukinya
dengan sebutan "Asadullah" yang berarti singa Allah.
Pasukan kaum muslimin yang pertama kali di kirim oleh
Rasulullah dalam
perang Badar, di pimpin langsung oleh Sayyidina Hamzah, Si Singa Allah, dan Ali
bin Abu Thalib menunjukkan keberaniannya yang luar biasa dalam mempertahankan
kemuliaan agama islam, hingga akhirnya kaum muslimin berhasil memenangkan
perang tersebut secara gilang gemilang. Banyak korban dari kaum kafir Quraisy
dalam perang tersebut, dan tentunya mereka tidak mau menelan begitu saja. Maka
mereka mulai mempersiapkan diri dan menghimpun segala kekuatan untuk menuntut
balas kekalahan yang mereka alami sebelumnya.
Akhirnya tibalah saatnya perang Uhud di mana kaum kafir
Quraisy disertai beberapa kafilah Arab lainnya bersekutu untuk menghancurkan
kaum muslimin. Sasaran utama perang tersebut adalah Rasulullah dan
Hamzah bin Abdul Muthalib. Dan mereka memiliki rencana yang keji terhadap
Hamzah yaitu dengan menyuruh seorang budak yang mahir dalam menggunakan tombak
dan organ hatinya akan di ambil dan akan di makan oleh Hindun yang memiliki
dendam sangat membara karena ayahnya dibunuh oleh Hamzah pada
Perang
Badar
Sedangkan Washyi bin Harb diberikan tugas yang maha berat
yaitu membunuh Hamzah dan akan dijanjikan kepadanya imbalan yang besar pula
yaitu akan dimerdekakan dari perbudakan. Akhirnya kedua pasukan tersebut
bertemu dan terjadilah pertempuran yang dahsyat, sementara Sayyidina Hamzah
berada di tengah-tengah medan pertempuran untuk memimpin sebagian kaum
muslimin. Ia mulai menyerang ke kiri dan ke kanan.
Seluruh pasukan kaum muslimin maju dan bergerak serentak ke
depan, hingga akhirnya dapat diperkirakan kemenangan berada di pihak kaum
muslimin. Dan seandainya pasukan pemanah yang berada di atas bukit Uhud tetap
patuh pada perintah Rosulullah untuk tetap berada di sana dan tidak
meninggalkannya untuk memungut harta rampasan perang yang berada di lembah
Uhud, niscaya kaum muslimin akan dapat memenangkan pertempuran tersebut.
Di saat mereka sedang asyik memungut harta benda musuh islam
yang tertinggal, kaum kafir Quraisy melihatnya sebagai peluang dan berbalik
menduduki bukit Uhud dan mulai melancarkan serangannya dengan gencar kepada
kaum muslimin dari atas bukit tersebut. Tentunya penyerangan yang mendadak ini
pasukan muslim terkejut dan kocar-kacir dibuatnya. Melihat itu semangat Hamzah
semakin bertambah berlipat ganda. Ia kembali menerjang dan menghalau serangan
kaum Quraisy.
Sementara itu Wahsyi terus mengintai gerak gerik Hamzah,
setelah menebas leher Siba' bin Abdul Uzza dengan lihai-nya. Maka pada saat itu
pula, Wahsyi mengambil ancang-ancang dan melempar tombaknya dari belakang yang
akhirnya mengenai pinggang bagian bawah Hamzah hingga tembus ke bagian muka di
antara dua pahanya. Lalu Ia bangkit dan berusaha berjalan ke arah Wahsyi,
tetapi tidak berdaya dan akhirnya roboh sebagai syahid.
Usai peperangan, Rasulullah dan
para sahabatnya bersama-sama memeriksa jasad dan tubuh para syuhada yang gugur.
Sejenak beliau berhenti, menyaksikan dan membisu seraya air mata menetes di
kedua belah pipinya. Tidak sedikitpun terlintas di benaknya bahwa moral bangsa
arab telah merosot sedemikian rupa, hingga dengan teganya berbuat keji dan
kejam terhadap jasad Hamzah. Dengan keji mereka telah merusak jasad dan merobek
dada Sayyidina Hamzah dan mengambil hatinya. Kemudian Rasulullah mendekati
jasad Sayyidina Hamzah bin Abdul Muthalib, Singa Allah, Seraya bersabda,
"Tak pernah aku menderita sebagaimana yang kurasakan
saat ini. Dan tidak ada suasana apapun yang lebih menyakitkan diriku dari pada
suasana sekaran ini."
Kematian